Halaman

Wednesday, 23 January 2019

TERASINGKAN DI NEGERI SENDIRI


Pagi berganti siang, siang pun berganti senja, senja pun berganti malam, malam pun berganti fajar. Namun itu semua tak berlaku dalam kehidupanku, kuhanya menjadi sosok yang selalu gagal saat ku ingin melangkah berganti suasana dalam hidupku dan kuhanya terdiam ditempat yang sama karna ada tembok besar hitam yang bernama sistem yang menghentikan langkahku.


Namaku Danna Said kata kedua orangtuaku Danna Said memiliki arti cerdas dan bahagia namun apa yang kualami di kehidupanku tidak sesuai dengan arti nama yang kumiliki.

Aku tinggal disebuah negeri yang sangat makmur yang memiliki keindahan yang sangat luarbiasa, sebuah negeri yang kaya akan mineral dan kandungan alam yang sangat berlimpah, sebuah negeri yang memiliki tanah yang subur bahkan sepotong kayu pun akan tumbuh jika ditancapkan ketanah, namun sayang kutakpernah merasakan sedikit pun keindahan dari Negeriku bahkan ku seperti terasingkan di Negeriku sendiri.

Aku terlahir dari sebuah keluarga sederhana yang hanya memiliki mimpi suatu saat salah satu dari keturunan kami bisa masuk, mengabdi untuk Negeri yang sangat Indah ini. Itulah mimpi kedua orangtuaku yang sampai saat ini belum bisa aku wujudkan.

Aku Danna Said aku terlahir disebuah desa kecil jauh dari pusat kota Negeriku. Didesa inilah aku pertamakali melangkah untuk mewujudkan mimpiku.

Aku hanya seorang pria biasa dengan prestasi akademik biasa saja, aku mengawali pendidikanku disebuah Sekolah dasar yang hanya ada satu-satunya didesaku disana hanya ada seorang guru yang bernama Pak Rusli ia rela tinggal disebuah desa kecil dan terpencil hanya untuk mensamaratakan pendidikan di negeri ini yang dimana pendidikannya sangat berbeda jauh sekali pendidikan antara desa dan di kota. Hanya sedikit seorang berpendidikan yang ingin menjadi tenaga pengajar disebuah desa kecil.

Kuhabiskan pendidikan sekolah dasarku di desa. Ingin ku melanjutkan sekolah menengah pertamaku namun apa boleh buat ayahku tak mampu membiayaiku untuk melanjutkan pendidikan, hingga akhirnya ayahku bertemu sehabat kecilnya yang bernama pak Aden. Iya pak Aden ialah bapak angkatku yang membiayaiku hingga ku lulus sekolah menengah atas dan akupun harus meninggalkan desa kecilku yang indah ini untuk melanjutkan pendidikan menengah pertamaku di Ibukota Negeri ini.

Aku tinggal bersama keluarga kecil baruku  bersama pak Aden dan seorang anaknya yang sudah kuanggap sebagai adikku sendiri, pak Aden hanya hidup berdua dengan anaknya karna istrinya telah meninggal karna penyakit kankernya, sebagai timbal balik atas bantuaan pak Aden yang membiayaiku bersekolah aku diberi tugas untuk menjaga adik angkatku setelah pulang sekolah dan membersihkan rumah agar lebih terawat karena pak Aden tidak selalu bisa menjaga anaknya karena kesibukannya di Kantornya. 
Waktu pun terus berlalu tanpa terasa aku sudah tinggal di keluarga ini hampir 6 tahun, setelah ujian sekolah menengah atas usai dan aku lulus dengan nilai standar tidak bagus namun tidak buruk pula. 
Setelah lulus ku masih memiliki harapan untuk mewujudkan mimpi kedua orangtuaku yang ingin anaknya bisa bekerja dan mengabdi di Instansi Pemerintahan Negeri ini, namun jalanku masih panjang pak Aden yang selama ini membiayai pendidikan tidak sanggup membiayaiku lanjut keperguruan tinggi. Karna saat itu pak Aden sudah pensiun dari pekerjaannya gaji pensiunnya hanya cukup membiayai adik angkatku. Setelah lulus aku melamar pekerjaan di Ibukota dan aku pun harus menunda keinginanku untuk melanjutkan pendidikan perguruaan tinggi. 
Setelah beberapa bulan mencari pekerjaan di Ibukota akhirnya aku mendapatkan sebuah pekerjaan disebuah restoran yang gajinya hanya cukup untuk makan, membayar kosan tempat tinggalku dan sedikit menabung untuk biaya masuk perguruan tinggi. pendidikanku saat itu hanya sebatas sekolah menengah atas namun aku tak pernah patah arang untuk mengikuti tes calon pegawai negeri. Berkali-kali ku coba ikut tes namun selalu gagal. Apakah karena pendidikanku yang hanya sebatas Sekolah menengah atas yang membuatku selalu gagal. Mereka yang lulus hanya dari kalangan sarjana. Membuatku berfikir kenapa dicantumkan syarat masuk pegawai negeri sipil minimal pendidikan sekolah menengah atas jika tak ada satu pun yang lolos seleksi dari kalangan pendidikan sekolah menengah atas, dengan perasaan kecewa aku pun pulang kekosanku dan aku langsung melihat buku tabungaanku selama bekerja di restoran selama tiga tahun, sepertinya cukup untuk biaya pendaftaran masuk perguruan tinggi. 
Akhirnya aku pun bisa masuk salah satu perguruan tinggi swasta di umurku yang saat itu berusia duapuluh dua tahun. Aku mengambil jurusan komputer. Akhirnya aku bisa lulus sarjana diusiaku yang memasuki umur duapuluh enam tahun dengan banyak sekali rintangan yang kuhadapi dari tunggakan bayar kuliah, hingga sulitnya membagi waktu kuliah dan kerja semua terbayar saatku menggunakan topi toga dikepalaku dan melihat kedua orangtuaku tersenyum senang.
Namun ini belum berakhir aku belum bisa mewujudkan mimpi dari kedua orangtuaku. Iya melihat anaknya masuk ke instansi pemerintahan. 

Setelah lulus sarjana akupun mengikuti tes pegawai negeri kembali. Akhirnya aku lolos seleksi pertama. Disinilah aku baru tahu ada yang salah dari sistem penerimaan calon pegawai negeri di Negeriku. Iya aku melihat setumpuk berkas yang lolos begitu saja tanpa ada seleksi yang jelas. Akhirnya namaku dipanggil kembali untuk melaksanakan tes kembali yaitu tes wawancara, disini aku merasa heran sang panitia hanya melihat luar amplop berkasku. Tanpa membukanya sama sekali kuhanya ditanya nama dan tempat tinggal tanpa ditanya pengalaman pekerjaanku, pendidikanku. Tiba-tiba dia hanya bilang, maaf pak terimakasih anda telah mengikuti tes ini jika bapak mendapat email dari kami bapak bisa melanjutkan tes berikutnya. Yang membuatku heran wawancara apa ini hanya ditanya nama dan tempat tinggal dia hanya mengamati amplop berkas lamaran saja seperti mencari tanda dari amplop berkasku. Dengan langkah sedikit memaksa aku pun pergi meninggalkan ruangan tes. 

Seminggu, duaminggu, hingga sebulanku menunggu email dari pemerintah berharap aku bisa mengikuti tes lanjutan namun apalah daya mungkin ada yang salah dariku sehingga ku tak lolos seleksi tes lanjutan calon pegawai negeri.

Ada apa sebenarnya?, hingga waktu pun terus berlalu aku pun ikut tes kembali demi mewujudkan mimpi kedua orangtuaku melihatku bisa mengabdi untuk negeri. Tes pertama akupun lolos, hingga memasuki tes wawancara kembali aku menunggu dilobi, menunggu namaku dipanggil kembali, tiba-tiba ada seseorang menggunakan baju pemerintahan menghampiriku, "apakah kau yang selalu mengikuti tes setiap tahunnya" orang tersebut bertanya kepadaku, "Iya" kujawab dengan sedikit tersenyum.
Kau punya uang berapa anak muda, tanya si bapak tadi, Uang???, heran ku dibuatnya "hanya ada uang duapuluh ribu pak didompet", jawabku dengan polosnya. Bodoh maksudku kau punya uang berapa ratus juta aku bisa masukan kau jadi pegawai pemerintahan", Hahh" kagetku mendengar perkataan sang bapak tadi.
"Maaf pak saya hanya seorang anak muda miskin yang tak memiliki uang seandainya akupun ada uang sebanyak itu aku takan mau masuk menjadi pegawai negeri memakai cara seperti bapak tawarkan, jawabku dengan tegas, "terserah kau saja anak muda sampai kapan pun kau takkan lolos masuk pegawai negeri jika tanpa bantuan orang dalam dan uang pelicin untuk lolos menjadi pegawai negeri. Benar saja saat tes wawancara kembali lagi kuhanya ditanya nama dan alamat seperti kejadian tahun lalu. Dari sini aku baru menyadari ada sebuah tembok besar yang bernama Sistem Pelicin sistem uang untuk memperlancar (mempermudah) seseorang untuk masuk kelingkaran pemerintahan. Dengan perasaan marah, kesal, sedih aku kembali ke kosan kecilku, aku merasa seperti orang asing dinegeriku sendiri niat baik, tulusku untuk negeriku seperti tak ada arti.

Harapan dan mimpiku untuk mewujudkan keinginan kedua orangtuaku tak bisa terwujud hanya karna tembok besar yang bernama Sistem Pelicin yang sudah mengakar, tersistem sejak dulu.

Sejak saat itu aku berfikir tiada gunanya usahaku waktu itu hingga mati-matian berjuang menggapai pendidikan setinggi mungkin, usahaku mengikuti tes selama tujuh tahun ini percuma saja jika pada akhirnya terhenti hanya karena tembok besar yang bernama Sistem Pelicin. 
Hingga satu tahun kemudian ayahku meninggal dunia, hidupku semakin tanpa arah karena orang selama ini kusayangi tak bisa melihat anaknya mewujudkan mimpinya.
Akhirnya kuputuskan aku kembali ke desa kecilku untuk menemani Ibuku yang sudah tua renta.

Hari-hari pun berlalu sementara aku belum mendapatkan kerja aku bekerja sebagai perawat kebun majikan ayahku  menggantikan pekerjaan ayahku dulu. Hingga pada suatu hari aku melewati sekolah dasar kecil yang tak terawat, ia Itu lah sekolahku dulu disini awal aku melangkah. "Danna hai Danna seperti ada yang memanggilku aku pun menoleh, Kau Danna,"?? Pria tua renta itu pun memanggil namaku. Bapak, bapak Rusli guru pertamaku, sambil menangisku memeluknya, dialah guru yang sudah duapuluh tahun lebih mengabdi menjadi tenaga pendidik di desaku. Akupun diajak masuk keruangan pak Rusli disanaku menceritakan semua kisahku selama di ibukota niat baikku untuk negeriku tak pernah terwujud, mimipiku untuk mewujudkan harapan orangtuaku telah sirna, aku seperti orang asing dinegeri sendiri, tak ada kesempatan untuk seorang anak muda miskin biasa sepertiku yang tak memiliki apa-apa.
Saat itu pak Rusli berkata "kenapa kau harus melewati tembok tersebut, bahkan kau bisa mewujudkan harapan ayah kau tanpa harus melewatinya. Cobalah kau berbalik kau jauhi tembok itu kau buat sendiri jalan menuju harapan kedua orangtua kau". Dengan nada meninggi pak Rusli berkata.
Dengan cara seperti apa Pak.??.tanyaku "Mengabdilah di desa ini", jawab pak Rusli sejenak ku terdiam. Suasana pun hening. Jadilah guru pendidik disini menggantikan ku. Kau bisa mewujudkan mimpi dan harapan kedua orangtua kau dengan mengabdi menjadi tenaga pendidik. Kau bisa melanjutkan mimpi dan harapan orangtua kau melalui siswa dan siswi didikmu. Kau lahirkanlah siswa dan siswi yang berakhlak baik, jujur, cerdas agar
tembok besar yang tersistem tersebut bisa rubuh dan hancur oleh siswa dan siswi didikmu.

Akhirnya kuterima tawaran pak Rusli menjadi tenaga pengajar di desaku. Kini ku merasa mimpi dan harapanku kembali disini di desaku ini aku akan wujudkan harapan kedua orangtuaku, mungkin jika ayahku masih ada dia akan tersenyum melihatku mengabdi untuk desaku.
Aku Danna Said tak usahlah kau memaksakan kehendak dengan cara-cara yang tidak baik, jika jalan mimpimu terhalang sebuah tembok besar tak usahlah kau memaksakan keinginan untuk melewatinya. Ciptakanlah jalan lain sendiri menuju mimpi dan harapan kau dengan cara yang baik dan benar.
Cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat,
waktu, dan peristiwa, hanyalah kebetulan
belaka.



2 comments:

  1. numpang share ya min ^^
    buat kamu yang lagi bosan dan ingin mengisi waktu luang dengan menambah penghasilan yuk gabung di di situs kami www.fanspoker.com
    kesempatan menang lebih besar yakin ngak nyesel deh ^^,di tunggu ya.
    || bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||

    ReplyDelete